Friday, September 4, 2015

IMPORT - Mau Jadi Apa

Aku ingat, beberapa belas tahun yang lalu, tepatnya ketika aku berumur 24thn, salah seorang bapak bertanya padaku, “Dik, kamu mau jadi apa kelak?”
**Upss tunggu dulu. Beberapa belas tahun yang lalu? Anying!!! Salah ketik!!! Seharusnya kemarin. Ralat pemirsa**
Aku menjawab, “Entah, pak”
Lalu dia berkomentar, “Ketika aku seusiamu, aku sudah tau aku akan jadi apa. Ketika aku seusiamu, aku sudah mulai menapaki karir dan kesuksesanku.”
Benar juga sich. Pada saat pembicaraan kami terjadi, dia adalah seorang pejabat teras di sebuah kantor pemerintahan, seorang bapak dengan seorang istri yang sah, 3 orang anak yang manis. Dia memiliki beberapa mobil, dan beberapa rumah. Ketiga anaknya bersekolah di sekolah yang bonafide di kota ini. Istrinya juga adalah seorang petinggi di sebuah bank ternama di kota ini.
Sekilas, upss… sorry, bukan hanya sekilas, melainkan berkilas-kilas, akan banyak orang yang berkesimpulan bahwa hidupnya adalah sebuah pencapaian dalam kehidupan, life goal, relationship goal dan sebagainya. Siapa sich yang tidak ingin mempunyai kehidupan seperti dia? Bahkan kalau boleh lebih tinggi atau lebih sukses daripada dia. Atau setidaknya setara dengan dia.
Waktu itu, pembicaraan itu menghasilkan kegalauan yang mendalam bagiku. Kenapa tidak? Yah pada saat itu, aku hanyalah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta tak terkenal, dan pada saat itu aku sedang mati-matian menyelesaikan skripsiku yang judulnya ditertawai dosen karena tidak terlalu penting. Kesibukanku mencari nafkah (untuk membiayai kuliahku dan hidupku) membuat kuliah dan skripsiku sering terbengkalai. Ironis. Hahahahaha… Tapi kegalauan Itu tidak berlangsung lama. Karena beberapa detik berikutnya aku sudah lebih galau karena kopi di gelasku ternyata sudah kosong.
Setiap orang mempunyai pencapaian hidupnya masing-masing. Ada kalanya kita akan cemburu melihat pencapaian orang lain, dimana hidup orang lain tampaknya mudah saja, tanpa ada halangan yang berarti dan tiba-tiba wuzzzz dia sudah berada di atas, jauh di atas kita dan orang di sekitarnya.
Tapi apakah aku harus membuat hidupku seperti hidup orang lain. Bukankah aku juga memiliki pencapaianku sendiri? Mengapa -apakataorang- menjadi standard pencapaianku? Enggak ahh..
Setidaknya pencapaianku sampai saat ini adalah, aku sudah sampai di titik ini. Apa kata orang, ahhh itu khan karena mereka bisa berkata. Seandainya mereka tidak bisa berkata, mereka tidak akan berkata apa-apa.

1 comment:

  1. I know how it feels, bang. I can relate to that kind of feeling, like fear of missing out. However, life is like a bicycle and as long as you keep moving on, you're doing it right..

    ReplyDelete